Meri yang masih berumur 23 tahun tidak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada yang beroperasi 24 jam di Jakarta. Tapi karena semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa kuatir melihat putriya sering mendapat giliran jaga di malam hari hingga pagi hari.
Meri yang masih berumur 23 tahun tidak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada yang beroperasi 24 jam di Jakarta. Tapi karena semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa kuatir melihat putriya sering mendapat giliran jaga di malam hari hingga pagi hari.
Meri lebih suka bekerja pada shift di jam tersebut, Karena dari saat tengah malam sampai pagi biasanya jarang sekali ada pembeli, sehingga Meri bisa belajar untuk materi kuliahnya siang nanti. Sampai akhirnya pada suatu malam terjadilah pemerkosaan itu, Meri mendapati dirinya ditodong oleh sepucuk pistol tepat di depan matanya. Yang berambut Gondrong (sebut saja Ipin) , dan yang satu lagi tubuhnya Kurus (sebut saja si Upin ). Mereka berdua, menerobos masuk membuat Meri yang sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut.
“Keluarin uangnya cepet !” perintah si Upin, sementara si Ipin memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan Meri gemetar berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat,
Meri berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Upin, Meri tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke lemari besi. Setelah si Upin merampas uang itu, Meri langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Upin.
Baca Juga:
“Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Meri masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga jatuh berlutut di hadapan lemari besi. Meri mulai menangis, ia tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam lemari besi melalui celah pintunya.
“Cepat!!!” bentak si Ipin,
Meri merasakan pistol menempel di belakang kepalanya.Meri berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Meri yang ketakutan, mereka berdua percaya.
“Brengsek!!!! Nggak sebanding sama resikonya! Ayo…Iket dia, biar dia nggak bisa panggil polisi!!!” Meri di dudukkan di kursi manajernya dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Meri juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Ipiin kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Meri.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu Pin ! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Aku pengen liat bentar aja!”.
Mata Meri terbelalak ketika si Upin mendekat dan menarik t-shirt merah muda yang ia kenakan. Dengan satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Meri yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Diah meronta-ronta dalam ikatannya.
“Wow, oke banget!” si Upin berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Ipin, tidak begitu tertarik pada Meri karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.
Tapi si Upin tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Meri lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Meri. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Diah ditariknya, tubuh Meri ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Diah terputus dan sekarang payudara Diah bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Meri. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Meri mulut si Upin menghisapi puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Meri menjerit ketika si Upin mengigit puting susunya.
“diam! Jangan berisik!” si Upin menampar Meri, hingga berkunang-kunang. Meri hanya bisa menangis.
“Aku bilang diam!”, Sambil berkata itu si Upin menampar buah dada Meri, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Meri. Kemudian si Upin bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Meri terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Upin terus memukuli buah dada Meri sampai akhirnya bulatan buah dada Diah berwarna merah.
“Ayo, cepetan !”, si Ipin menarik tangan si Upin.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Meri bersyukur ketika melihat si Upin diseret keluar ruangan oleh si Ipin. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Meri bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Meri berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.
“Hey, Brooo! Tokonya kosong!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok Banget lo, cepetan ambil bir tolol!”.
Tubuh Diah menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 12 sampai 15 tahun. Meri mengeluarkan suara minta tolong.
“ssssstt! Lo denger nggak?!”.
“Cepetan kembaliin semua!”.
“Ayooo….lari, lari! Kita ketauan!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Meri, terikat di kursi, dengan t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”
Meri berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Meri, yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka.
“Gila! Cewek nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana Aku pengen liat!”.
“Aku pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa yaaa?!”.
Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Meri yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Meri, tangan-tangan meraih tubuh Meri. Meri tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Meri.
“Ayooo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka kemudian melepaskan ikatan pada kaki Meri, tapi dengan tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Meri. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Meri keluar menuju bagian depan toko. Meri meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing jeansnya.
Mereka menarik-narik jeans Meri sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Meri terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Meri sempat membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Meri merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Meri melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya!
“Hei….Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di pantat Meri. Meri berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Meri.
“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada di atas meja layan hingga berjatuhan ke lantai. Meri berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Meri berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”
Langsung saja Meri mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Meri hingga berbaring telentang di atas meja.
Pertama ia melepaskan tangan Meri kemudian langsung mengikatnya dengan plester di sudut-sudut meja, tangan Meri sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Meri dan mengikatkan kaki-kaki Meri ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Meri berbaring telentang, telanjang bulat dengan tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.
“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Meri terbelalak melihat penisnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Meri dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina Meri. Meri melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Meri, membuat Meri sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Plester di mulut Meri ditariknya hingga lepas. Meri berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di atasnya.
Langsung saja, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Meri. Pandangan Meri langsung berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba saja mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit sekali . Semprotan demi semprotan masuk ke mulut Meri, tanpa bisa dimuntahkan lagi oleh Meri. Ia terus menelan cairan tadi agar bisa terus bernafas.
Tiba-tiba saja Berandal yang duduk di atas dada Meri turun, lalu berandal memasukkan penisnya ke vagina Meri dan mendorong Meri di pinggir meja lalu menggenjot memek Meri Dengan tempo makin cepat. Ia juga memukuli perut Meri, membuat Meri mengejang dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Meri sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati klimaks.
Tangannya langsung meremas dan menarik buah dada Meri ketika tubuhnya bergetar dan sperma tiba-tiba menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di vagina Meri. Sedangkan berandal yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, Dan ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Meri.
Beberapa saat berlalu dan Meri tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Meri meronta-ronta membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Meri berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi nih.
“Wah, wah, waaaaah!!!” terdengar suara laki-laki yang berdiri di pintu depan. Meri sangat terkejut dan berusaha menutupi buah dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Meri.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”
“Nama lu Meri kan?” tanya laki-laki tadi.
“Ba…bagaimana bapak tahu nama saya?” Meri bingung dan takut.
“Aku Adi . Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.
“Tapi saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahunya dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolonglah saya pak!”.
“Gara-gara kamu ngelamar ke sini Aku jadi dipecat! Aku nggak heran kamu diterima kalo liat bodi mu”.
Meri kembali merasa ketakutan saat melihat Adi, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Meri kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Adi naik pitam. Ia menyambar tangan Meri dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Meri betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Meri kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.
“Lepaskan!!!! Sakit!!!! aduuhh!!!! Saya tidak memecat bapak!!!! Kenapa saya diikat Pak?!!”
“Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Meri sehingga sekarang Meri duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Dan diikatnya lagi dengan plester.
Dan Adi mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Lalu Adi juga menghancurkan kotak pendingin es krim yang ada di kanan Diah. Es krim beterbangan dilempar oleh Adi. Beberapa di antaranya mengenai tubuh Meri, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya. Di depan, Es tadi mengalir melalui belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke vagina Meri. Rasa dingin langsung menempel di buah dada Meri, membuat putingnya mengeras san mengacung. Ketika Adi selesai, tubuh Meri bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yang meleleh.
“Kamu keliatannya kedinginan!” ejek si Adi sambil menyentil puting susu Meri yang mengeras kaku.
“Aku harus ngasihh kamu sesuatu yang anget.”
Adi kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yang ada di tengah ruangan. Meri melihat Adi mendekat membawa beberapa buah sosis yang berasap.
“Jaaaangaann!” Meri berteriak ketika Adi membuka bibir vaginanya dan memasukan satu sosis ke dalam vaginanya yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan. Vagina Meri sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Meri menangis karena kesakitan akibat uap panas dari sosis tersebut.
BACA JUGA : Ngewe Tante Ku Hingga Dia Ketagihan
“Keliatannya nikmat Nih….Ha..Ha…!” Adi tertawa.
“Tapi Aku lebih suka bermain dengan mustard!” Kemudian Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.
Cairan mustard langsung keluar menyemprot ke vagina Meri. Meri menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tak terbayangkan olehnya.
Sambil tertawa Adi melanjutkan usahanya dengan menghancurkan isi toko itu. Meri berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya sangat tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Meri bergerak lunglai jatuh.
“Hei!! Kamu kalo kerja jangan tidur!” bentak Adi sambil menampar pipi Meri.
Kamu tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Diahpun meronta ketakutan melihat Adi yang memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya sangat keras sekali. Adi segera mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Meri, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu Meri.
Meri menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Meri juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Meri bercucuran di pipi.
Kemudian Adi mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, lalu mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Adit hingga membuka keluar, Meri merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Nah…..,Hmmm… udah jadi. sekarang pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi Aku sekarang pergi dulu, terus nanti Aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”
“Jaaaaaangan! saya mohoon! Jangan! jangan! jangan! ampun!”
Adipun tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Meripun menangis ketakutan, Dan puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia terlihat meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Meri berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil.
Beberapa saat kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Meri melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Meri, telanjang dengan buah dada mengacung. Segera saja Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Si Gelandangan langsung meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.
Meri langsung menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Meri menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.
Tapi Meri tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Dan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Meri merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Meri menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.
“Ja…Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangaaaaan!” Meri meronta, ketika penis si gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anusnya Meri. Lalu ia langsung berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Meri.
Meri menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Meri tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Meri bisa membesar. Setelah beberapa Lama tiba-tiba gelandangan tadi mencabut botol tersebut. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Meri, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus
“Makasih yaaa Mbak! Saya puas sekaliiiii! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Meri. Kemudian ia mendorong Meri duduk dan kembali mengikat tangan Meri ke belakang, kemudian mengikat kaki Meri erat-erat. Kemudian tubuh Meri didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih Dan sigelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Meri terus saja menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Meri jatuh pingsan karena kelelahan dan shock Berat. Dan tersadar ketika Ia ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 7 pagi.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.